Pola Baru Regulasi Web3 di Singapura: Transformasi dan Tantangan di Bawah Kerangka DTSP
Ringkasan
Singapura, dengan lingkungan regulasi yang fleksibel, pernah menjadi pusat bagi banyak perusahaan Web3 dan dijuluki "Delaware-nya Asia". Namun, serangkaian peristiwa kebangkrutan perusahaan yang baru-baru ini terjadi mengungkapkan kekurangan dalam sistem regulasi yang ada. Untuk menghadapi tantangan ini, Otoritas Moneter Singapura (MAS) berencana untuk menerapkan kerangka penyedia layanan Token digital (DTSP) pada tahun 2025, yang mengharuskan semua perusahaan yang menawarkan layanan aset digital di Singapura untuk mendapatkan lisensi. Langkah ini menandai bahwa Singapura, sambil mendukung inovasi, secara signifikan memperkuat pengawasan dan menetapkan tanggung jawab serta persyaratan kepatuhan yang lebih tinggi bagi perusahaan Web3.
Evolusi lingkungan regulasi
Selama bertahun-tahun, Singapura telah menarik perusahaan global, termasuk industri Web3, karena regulasi yang jelas, tarif pajak rendah, dan proses pendaftaran yang efisien. MAS sejak awal menyadari potensi cryptocurrency dan aktif merumuskan kerangka regulasi untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan perusahaan Web3. Namun, arah kebijakan baru-baru ini mengalami perubahan signifikan. MAS secara bertahap memperketat standar regulasi dan meningkatkan ambang batas persetujuan izin. Data menunjukkan bahwa sejak 2021, dari lebih dari 500 aplikasi izin, tingkat persetujuan kurang dari 10%, mencerminkan sikap manajemen risiko yang lebih hati-hati dari regulator.
Kerangka DTSP: Latar Belakang dan Perubahan
Alasan pengetatan regulasi
Kebijakan fleksibel awal di Singapura menarik banyak perusahaan Web3, tetapi pada saat yang sama juga mengungkapkan beberapa masalah. Yang paling mencolok adalah fenomena "perusahaan cangkang", yaitu perusahaan yang terdaftar sebagai entitas di Singapura tetapi beroperasi secara nyata di luar negeri, memanfaatkan celah regulasi dalam Undang-Undang Layanan Pembayaran (PSA). Praktik ini tidak hanya menghindari pengawasan nyata, tetapi juga menimbulkan tantangan bagi penegakan anti pencucian uang (AML) dan pendanaan terorisme (CFT). Kejadian kebangkrutan Terraform Labs dan Three Arrows Capital ( 3AC ) pada tahun 2022 semakin menyoroti masalah ini, mendorong MAS untuk memutuskan mengambil langkah-langkah regulasi yang lebih ketat.
Perubahan utama dalam regulasi DTSP
Kerangka DTSP akan berlaku mulai 30 Juni 2025, dan merupakan bagian dari Undang-Undang Layanan Keuangan dan Pasar ( FSMA 2022). Regulasi baru ini mengharuskan semua perusahaan aset digital yang berbasis di Singapura atau beroperasi di Singapura untuk mendapatkan lisensi, terlepas dari lokasi pengguna mereka. Langkah ini secara langsung menanggapi celah regulasi sebelumnya, yang mengharuskan perusahaan memiliki kemampuan operasional yang substansial. Perusahaan yang gagal memenuhi persyaratan akan diminta untuk menghentikan operasinya.
Lingkup pengawasan di bawah kerangka DTSP diperluas
Kerangka baru secara signifikan memperluas jangkauan regulasi, mencakup situasi berikut:
Perusahaan yang terdaftar di Singapura tetapi sepenuhnya beroperasi di luar negeri
Perusahaan yang terdaftar di luar negeri tetapi memiliki fungsi utama di Singapura
Proyek yang diikuti secara berkelanjutan oleh penduduk Singapura dengan cara bisnis
Kriteria penilaian MAS berfokus pada apakah kegiatan tersebut terjadi di Singapura dan apakah memiliki sifat komersial. Ini mengharuskan operator memiliki kemampuan operasional yang substansial, termasuk dalam aspek AML, CFT, manajemen risiko teknologi, dan kontrol internal.
Pengaruh dan Prospek
Implementasi regulasi DTSP menandai pergeseran besar dalam strategi pengawasan Singapura, dari mendorong inovasi ke tuntutan tanggung jawab dan disiplin yang lebih tinggi. Perubahan ini akan memaksa banyak perusahaan Web3 untuk mengevaluasi kembali model operasi mereka. Perusahaan yang tidak dapat memenuhi standar baru mungkin perlu mempertimbangkan untuk menyesuaikan kerangka operasi atau memindahkan basis bisnis mereka.
Hong Kong, Abu Dhabi, dan Dubai sedang mengembangkan kerangka regulasi kripto mereka sendiri, yang mungkin menjadi alternatif bagi beberapa perusahaan. Namun, wilayah-wilayah ini juga memiliki persyaratan regulasi mereka sendiri, dan perusahaan perlu mengevaluasi secara menyeluruh kekuatan regulasi, cara, dan biaya operasional saat mempertimbangkan untuk pindah.
Meskipun kerangka regulasi baru di Singapura mungkin meningkatkan hambatan masuk pasar dalam jangka pendek, dalam jangka panjang, ini dapat membantu menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil dan transparan. Ke depan, apakah Singapura dapat mempertahankan posisinya sebagai pusat Web3 akan tergantung pada efektivitas penerapan perubahan regulasi ini dan kemampuan pasar untuk beradaptasi.
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
15 Suka
Hadiah
15
8
Bagikan
Komentar
0/400
MissingSats
· 1jam yang lalu
Semakin ketat regulasi, semakin kuat BTC!
Lihat AsliBalas0
DataOnlooker
· 07-31 19:47
Mengapa Zazha tiba-tiba pergi ke Singapura lagi?
Lihat AsliBalas0
SolidityNewbie
· 07-30 01:01
Regulasi begitu ketat, cari orang untuk menyelesaikannya.
Lihat AsliBalas0
ZKProofEnthusiast
· 07-29 20:09
Regulasi begitu ketat, proyek-proyek harus kabur.
Lihat AsliBalas0
BTCBeliefStation
· 07-29 20:08
2025 baru mulai operasi, lebih baik berlari lebih awal.
Lihat AsliBalas0
GasFeeLover
· 07-29 20:06
Regulasi datang, rugi parah
Lihat AsliBalas0
Layer2Arbitrageur
· 07-29 20:04
ngmi dengan regulasi ini. peluang arb akan drop sekitar ~400bps
Lihat AsliBalas0
CascadingDipBuyer
· 07-29 20:00
Aturan baru begitu ketat, dunia kripto akan pindah lagi ya.
Kerangka DTSP Singapura membentuk kembali regulasi Web3, mulai 2025 bisnis aset digital akan diperketat secara menyeluruh.
Pola Baru Regulasi Web3 di Singapura: Transformasi dan Tantangan di Bawah Kerangka DTSP
Ringkasan
Singapura, dengan lingkungan regulasi yang fleksibel, pernah menjadi pusat bagi banyak perusahaan Web3 dan dijuluki "Delaware-nya Asia". Namun, serangkaian peristiwa kebangkrutan perusahaan yang baru-baru ini terjadi mengungkapkan kekurangan dalam sistem regulasi yang ada. Untuk menghadapi tantangan ini, Otoritas Moneter Singapura (MAS) berencana untuk menerapkan kerangka penyedia layanan Token digital (DTSP) pada tahun 2025, yang mengharuskan semua perusahaan yang menawarkan layanan aset digital di Singapura untuk mendapatkan lisensi. Langkah ini menandai bahwa Singapura, sambil mendukung inovasi, secara signifikan memperkuat pengawasan dan menetapkan tanggung jawab serta persyaratan kepatuhan yang lebih tinggi bagi perusahaan Web3.
Evolusi lingkungan regulasi
Selama bertahun-tahun, Singapura telah menarik perusahaan global, termasuk industri Web3, karena regulasi yang jelas, tarif pajak rendah, dan proses pendaftaran yang efisien. MAS sejak awal menyadari potensi cryptocurrency dan aktif merumuskan kerangka regulasi untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan perusahaan Web3. Namun, arah kebijakan baru-baru ini mengalami perubahan signifikan. MAS secara bertahap memperketat standar regulasi dan meningkatkan ambang batas persetujuan izin. Data menunjukkan bahwa sejak 2021, dari lebih dari 500 aplikasi izin, tingkat persetujuan kurang dari 10%, mencerminkan sikap manajemen risiko yang lebih hati-hati dari regulator.
Kerangka DTSP: Latar Belakang dan Perubahan
Alasan pengetatan regulasi
Kebijakan fleksibel awal di Singapura menarik banyak perusahaan Web3, tetapi pada saat yang sama juga mengungkapkan beberapa masalah. Yang paling mencolok adalah fenomena "perusahaan cangkang", yaitu perusahaan yang terdaftar sebagai entitas di Singapura tetapi beroperasi secara nyata di luar negeri, memanfaatkan celah regulasi dalam Undang-Undang Layanan Pembayaran (PSA). Praktik ini tidak hanya menghindari pengawasan nyata, tetapi juga menimbulkan tantangan bagi penegakan anti pencucian uang (AML) dan pendanaan terorisme (CFT). Kejadian kebangkrutan Terraform Labs dan Three Arrows Capital ( 3AC ) pada tahun 2022 semakin menyoroti masalah ini, mendorong MAS untuk memutuskan mengambil langkah-langkah regulasi yang lebih ketat.
Perubahan utama dalam regulasi DTSP
Kerangka DTSP akan berlaku mulai 30 Juni 2025, dan merupakan bagian dari Undang-Undang Layanan Keuangan dan Pasar ( FSMA 2022). Regulasi baru ini mengharuskan semua perusahaan aset digital yang berbasis di Singapura atau beroperasi di Singapura untuk mendapatkan lisensi, terlepas dari lokasi pengguna mereka. Langkah ini secara langsung menanggapi celah regulasi sebelumnya, yang mengharuskan perusahaan memiliki kemampuan operasional yang substansial. Perusahaan yang gagal memenuhi persyaratan akan diminta untuk menghentikan operasinya.
Lingkup pengawasan di bawah kerangka DTSP diperluas
Kerangka baru secara signifikan memperluas jangkauan regulasi, mencakup situasi berikut:
Kriteria penilaian MAS berfokus pada apakah kegiatan tersebut terjadi di Singapura dan apakah memiliki sifat komersial. Ini mengharuskan operator memiliki kemampuan operasional yang substansial, termasuk dalam aspek AML, CFT, manajemen risiko teknologi, dan kontrol internal.
Pengaruh dan Prospek
Implementasi regulasi DTSP menandai pergeseran besar dalam strategi pengawasan Singapura, dari mendorong inovasi ke tuntutan tanggung jawab dan disiplin yang lebih tinggi. Perubahan ini akan memaksa banyak perusahaan Web3 untuk mengevaluasi kembali model operasi mereka. Perusahaan yang tidak dapat memenuhi standar baru mungkin perlu mempertimbangkan untuk menyesuaikan kerangka operasi atau memindahkan basis bisnis mereka.
Hong Kong, Abu Dhabi, dan Dubai sedang mengembangkan kerangka regulasi kripto mereka sendiri, yang mungkin menjadi alternatif bagi beberapa perusahaan. Namun, wilayah-wilayah ini juga memiliki persyaratan regulasi mereka sendiri, dan perusahaan perlu mengevaluasi secara menyeluruh kekuatan regulasi, cara, dan biaya operasional saat mempertimbangkan untuk pindah.
Meskipun kerangka regulasi baru di Singapura mungkin meningkatkan hambatan masuk pasar dalam jangka pendek, dalam jangka panjang, ini dapat membantu menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil dan transparan. Ke depan, apakah Singapura dapat mempertahankan posisinya sebagai pusat Web3 akan tergantung pada efektivitas penerapan perubahan regulasi ini dan kemampuan pasar untuk beradaptasi.